korosi pada pabrik gula dan penanganannya

PROSES PRODUKSI GULA

Proses produksi di pabrik gula secara garis besar dibagi menjadi empat tahapan proses, yaitu :
Tahap 1 – Ekstraksi tebu menjadi nira mentah (Gilingan)
Tahap 2 – Nira mentah menjadi Nira Encer (Pemurnian)
Tahap 3 – Nira Encer menjadi Nira Kental (Penguapan)
Tahap 4 – Nira Kental menjadi Gula Kristal (Kristalisasi dan Pemisahan)

Baca selengkapnya, klik DISINI


POTENSI KOROSI DI PABRIK GULA


Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap serangan korosi. Terlebih lagi nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan.
Peralatan di pabrik gula yang terbuat dari logam sangat rentan terhadap serangan korosi. Terlebih lagi Nira sebagai bahan baku proses pembuatan gula mempunyai kondisi asam, sehingga berpotensi untuk menimbulkan korosi di peralatan.

1. Ketel (Boiler)
Boiler atau ketel merupakan jantung dari pabrik gula. Fungsi dari ketel adalah untuk menyediakan uap yang digunakan untuk proses, yaitu di gilingan, pemanasan nira, penguapan nira, pemasakan nira kental, dan pemutaran. Ketel terdiri pipa-pipa dimana lingkungannya terus menerus kontak dengan air dan uap. Dengan adanya kontak tersebut besar kemungkinan terjadinya erosi pada permukaan pipa, selain itu adanya kontak dengan air yang mampu berperan sebagai larutan elektrolit dapat menyebabkan korosi apalagi didukung dengan adanya uap maka korosi sangat rentan terjadi.

2. Stasiun Gilingan (Proses Produksi Tahap 1)
Pada proses ini tebu digiling menggunakan rol. Potensi terjadinya korosi di rol gilingan cukup besar. Hal itu disebabkan karena gesekan antara ampas dengan rol gilingan. Dengan banyaknya gesekan yang terjadi maka rol akan menjadi mudah terkikis, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya korosi. Selain itu karakteristik dari nira yang dihasilkan bersifat asam, sehingga menjadi media yang baik untuk terjadinya korosi.

3. Unit Pemurnian (Proses Produksi Tahap 2)
Proses pemurnian nira menggunakan proses sulfitasi. Proses ini akan menghasilkan gas SO2 dengan begitu akan menyebabkan terjadinya korosi. Korosi biasanya diisebabkan oleh kebanyakan senyawa belerang terutama terjadi pada suhu di atas 100 ˚C. Korosi ini dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada alat-alat pengolahan, terutama pada alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi. Pada suhu rendah senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hydrogen sulfide dan beberapa senyawa sulfide, disulfide, dan merkaptan yang memiliki titik didih rendah, seperti hydrogen sulfide dalam udara lembab akan mengubah besi menjadi besi sulfide yang rapuh.

Gambar 1. Unit Proses Pemurnian

4. Unit Penguapan (Proses Produksi Tahap 3)
Proses penguapan di Pabrik gula menggunakan evaporator. Pada evaporator permasalahan korosi menelan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan unit lain. Pada proses penguapan nira akan diuapkan airnya dari % brix menjadi % brix. Pada proses penguapan ini permasalahan yang sering terjadi adalah timbulnya kerak di dinding pipa evaporator (baik disisi nira maupun di sisi uap). Korosi dan erosi menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi oleh evaporator karena tingginya laju dari zat cair dan uap yang ada dalam evaporator. Selain itu kemungkinan terjadinya entrainment di evaporator juga bisa menyebabkan terjadinya korosi.

5. Perpipaan
Pada industri gula perpipaan yang digunakan sebagian besar pipa tertutup, yaitu untuk mengalirkan nira, strop, air, uap, masakan. Pada sistem perpipaan rentan terjadi korosi karena laju dari fluida yang besar dapat menyebabkan erosi pada pipa.


PENGENDALIAN KOROSI DI PABRIK GULA


1. Pengendalian pada Boiler
Air adalah unsur penting dalam pembangkitan uap. Kondisi air yang baik dapat meningkatkan efisiensi dan juga memperpanjang usia boiler. Secara umum permasalahan pada perawatan air pada boiler ada dua macam yaitu berhubungan dengan endapan dan korosi. Karena keduanya saling berinteraksi dan keadaan ini biasa terjadi pada boiler. Endapan dapat menyebabkan korosi dan korosi dapat menyebabkan adanya endapan
Korosi pada sistem kondensor dan boiler atau jalur kondensat diakibatkan oleh reaksi antara permukaan dalam pipa dan tube dengan air boiler atau air kondensat yang terkontaminasi ion tembaga (Cu2+), yang berasal dari produk korosi alat-alat penukar panas. Untuk mengendalikan korosi tersebut ditambahkan sodium phosphate dalam bentuk TSP dan DSP sebagai inhibitor korosi. Laju korosi baja dalam air kondensat tiruan meningkat dengan kehadiran kontaminan CuCl2. Kombinasi DSP-TSP efektif sebagai inhibitor korosi baja dalam air kondensat terkontaminasi CuCl2. Reaksi korosi baja dalam air kondensat tiruan terkontaminasi CuCl2 dengan penambahan inhibitor adalah oksidasi logam Fe menjadi Fe2+ yang irreversibel.

2. Pengendalian pada Stasiun Gilingan
Proses penggilingan tebu menggunakan rol yang terbuat dari bahan Stainless Steel atau Carbon Steel. Stainless steel dibuat dengan paduan besi dengan kandungan Cr lebih dari 10,5 %. Penggunaan stainless steel pada penggilingan tebu tidak memerlukan stainless steel tipe austenitik, yakni stainless steel dengan tambahan nikel karena pada prosses ini bahan yang digiling bukanlah bahan yang terlalu korosif, seperti adanya ion-ion klorida.

3. Pengendalian pada Unit Pemurnian
Senyawa belerang yang bersifat korosif adalah hydrogen sulfide dan beberapa senyawa sulfide, disulfide, dan merkaptan yang memiliki titik didih rendah, seperti hydrogen sulfide. Karena pada proses ini menghasilkan SO2 maka penting untuk melakukan pemilihan bahan kontruksi untuk unit pemurnian. Selain adanya gas SO2 pada proses ini terjadi perubahan pH 7-10 dan suhu sekitar 70 ˚C maka perlu digunakan bahan yang tahan terhadap gas SO2, perubahan pH pada range basa, dan suhu tinggi. Pengendalian korosi pada unit pemurnian ini digunakan bahan yang terbuat dari stailess steel tipe dupleks yaitu besi dengan paduan Cr dan Mo yang ditambahkan dengan Ni.

4. Pengendalian pada Evaporator
Masalah kerak terjadi karena kristalisasi dari mineral yang terbawa
larutan. Kerak yang timbul pada evaporator dapat dipecahkan dengan metode MFC (Magnetic Flow Cleaner) yaitu metode dengan melakukan distorsi dan pemecahan Partikel - partikel mineral dalam larutan menjadi debu - debu yang disebabkan oleh pengaruh medan magnet kuat sehingga tidak akan terjadi kristalisasi.
Solusi terjadinya korosi yang disebabkan oleh entrainment di evaporator dilakukan berbagai upaya untuk mencegah entraintment diantaranya dengan penggunaan mist eliminator. Temperatur merupakan permasalahan utama dalam evaporator karena pada system ini terjadi proses pemanasan dengan temperatur mencapai lebih dari 125 ˚C sehingga digunakan paduan logam tembaga. Selain tahan terhadap korosi paduan tembaga bersifat menghantarkan panas sehingga akan mendukung dalam proses penguapan.

5. Pengendalian pada Pipa
Kasus korosi pada pipa banyak yang disebabakan oleh kasus gesekan dengan aliran fluida maka pencegahan korosi yang pertama adalah dengan memilih rancang bangun. Rancang bangun seminimal mungkin untuk terdapat belokan karena pada pipa yang berbelok, jika aliran fluida cukup tinggi akan menyebabkan hantaman berlebih pada belokan sehingga belokan akan cepat terkorosi. Pada daerah yang mudah terkorosi maka intensitas penggantian lebih besar dimana biaya untuk pipa berbelok lebih mahal sehingga sangat tidak efisien terhadap nilai ekonomis. Jika diperlukan pipa berbelok karena terbatasnya area bangun maka dipilih pipa yang digunakan untuk mengalirkan bahan yang tidak terlalu korosif dan dengan laju yang relatif kecil. Selain itu sebisa mungkin belokan pipa dibuat tidak begitu tajam.

1 komentar:

Joni harmoko mengatakan...

Ass..wr..wb
Untuk penghilangan / penghancuran kerak di evaporator dalam proses penguapan, metode yang digunakan adalah MFC (Magnetic Flow Cleaning. Proses pelaksanaan metode tersebutseperti apa? trims,penjelasannya..